top of page

Equityworld Futures Semarang : Harga Emas Dunia Diprediksi Mentok US$ 2.000/oz, Yakin Gak ?

  • Writer: PT Equityworld Futures Semarang
    PT Equityworld Futures Semarang
  • Jun 18, 2020
  • 2 min read

Equityworld Futures Semarang - PT Schroder Investment Management Indonesia (Schroders) menilai harga emas dunia sudah mentok di level saat ini dan diperkirakan tak akan mampu menembus level US$ 2.000 per troy ounce. Schroders menilai ada ekspektasi perekonomian dunia mulai membaik sehingga investor melihat dunia bisnis akan kembali bergeliat.


Dengan demikian, aset-aset safe haven seperti emas dunia, lazimnya akan menurun permintaannya di tengah tingginya risk appetite atau kecenderungan investor memburu aset-aset berisiko.


CEO Schroders Indonesia Michael Tjoajadi mengatakan investor memilih mengamankan dananya di emas dalam kondisi perekonomian melambat, bahkan saat mengalami penurunan. Kondisi tersebut terjadi pada saat krisis 2008-2009 dan kembali terjadi pada akhir 2019 hingga awal 2020.


Perkiraan perekonomian yang turun ini membuat harga emas melambung dari US$ 1.200 per troy ounce bisa menguat hingga US$ 1.700 per troy ounce.


"Sekarang ini US$ 1.700 dan sedikit flat saat ini ga tembus US$ 1.800 karena banyak pengusaha melihat ekonomi mulai up sehingga ga banyak yang investasi di emas. Ekonomi mulai pulih, orang mulai investasikan dananya ke bisnis, bukan emas. Ini emas terkendala naiknya karena banyak bilang emas bisa US$ 2.000. Ini yang kita bisa liat saat ini," kata Michael di Jakarta, Selasa (16/6/2020).

Adapun pada perdagangan Selasa pagi kemarin, di pasar spot, harga emas dunia flat saja di tengah kian agresifnya bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed yang berencana akan membeli obligasi korporasi di pasar sekunder.


Harga emas menguat tipis cenderung flat 0,04% ke US$ 1.726,15/troy ons. Memasuki bulan Juni emas ditransaksikan di rentang tertinggi pada US$ 1.740/troy ons dan terendah di US$ 1.685/troy ounce.


Untuk saat ini harga emas masih dibayangi adanya deflasi, menurut seorang analis dari Saxo Bank.


"Inflasi rendah karena turunnya permintaan dari konsumen dan lambatnya pembukaan ekonomi kembali sehingga mengurangi permintaan emas," kata Hansen Ole, analis Saxo Bank sebagaimana dilaporkan Reuters.


"Secara teknikal, level resisten [batas atas] emas terkuat berada di US$ 1.740 dan aliran dana tak mencukupi," kata Bart Melek, Kepala Strategi Komoditas di TD Securities.


Namun dengan rendahnya suku bunga, banjir stimulus fiskal serta moneter secara global hingga ancaman munculnya gelombang kedua wabah (second wave outbreak) analis memandang prospek emas jangka panjang masih positif.


Emas merupakan aset minim risiko (safe haven) yang diburu ketika kondisi ekonomi sedang diliputi risiko ketidakpastian. Di sisi lain tingkat suku bunga yang rendah dan banjir stimulus yang ada dalam jangka panjang berpotensi membuat inflasi menjadi lebih tinggi, sehingga emas sebagai aset lindung nilai (hedge) terhadap depresiasi nilai tukar menjadi semakin menarik.


Sebelumnya sejumlah lembaga dan analis memprediksi harga emas dunia menanjak pada level tertentu. Prediksi pertama datang David Roche, Presiden dan ahli strategi global di Independent Strategy yang berbasis di London. Pertengahan tahun lalu, dia memprediksi harga emas dunia bisa mencapai US$ 2.000/troy ounce.


Prediksi kedua dari Bank of America Merrill Lynch (BoA) yang memperkirakan harga emas dunia bakal menembus US$ 1.500 per troy ounce (oz) di tahun lalu dan sudah tercapai, lalu tahun ini bisa menembus US$ 2.000/troy ons.


Satu troy ounce, mengacu aturan di pasar, setara dengan 31,1 gram, sehingga besaran US$ 2.000 per troy ounce dikonversi dengan membagi angka tersebut dengan 31,1 gram, hasilnya US$ 64,31 per gram. Dengan asumsi kurs rupiah Rp 14.000/US$, maka prediksi harga emas tahun ini bisa menembus Rp 900.340/gram.


 
 
 

Commentaires


bottom of page